Diposting oleh : Antonius Handoko Kategori: Renungan & Motivasi - Dibaca: 4732 kali Senin, 04 Mei 2015 - 20:58:19 WIB
Suatu hari saat aku memasang antena televisi di rumah ku terlintas dipikiranku suatu hal yang aneh. Di dunia ini ada begitu banyak sinyal yang dipancarkan ke udara, ada sinyal hp dengan bermacam-macam operatornya, ada sinyal untuk televisi dengan berbagai chanel masih ada juga sinyal radio, internet dan sinyal komunikasi yang lain. aku berfikir apa sinyal-sinyal itu gak bertubrukan di udara, selain itu mengapa sinyal-sinyal itu gak salah masuk. Misalnya sinyal radio masuk ke televisi, wah bisa gawat kalau itu terjadi.
Rasa penasaran itu mendorong aku tuk bertanya pada temanku yang cukup tahu dalam bidang ini. Yah dia seorang yang pekerjaanya memperbaiki televisi dan radio. Darinya aku memperoleh informasi penting yang selama ini tidak aku ketahui. Dia mengatakan setiap sinyal telah diatur dengan menggunakan frekuensi-frekuensi tertentu. Misalnya stasiun radio yang memancarkan geombang 105 MHz maka ia akan ditangkap oleh radio kita jika kita mengatur radio kita pada posisi itu. Itu hanya stasiun radio, masih adalagi pemancar gelombang televisi, Hp, Internet dan gelombang elektromaknetik lainya. Prinsipnya pemancar dan penerima harus diset secara sama agar dapat masing-masing dapat bekerja maksimal. Kalau stasiun radio memancarkan gelombang dengan frekuensi 105 MHz maka kita akan mendapatkan suara yang bagus jika kita mengatur radio kita pada posisi itu, kalau kurang atau kelebihan akan mengakibatkan suara tidak jernih atau malah tidak tertangkap.
Penjelasan temanku cukup menarik dan memberi wawasan baru untukku. Maklum sejak kecil aku tidak pernah mendalami masalah itu sehingga aku tidak begitu tahu. Saat inipun aku belajar teologi dan aku dan tidak mempelajari tentang dunia elektronik.
Sebagai orang yang belajar teologi yang selalu diajari untuk refleksi akupun mencoba merefleksikan cerita temanku tadi. Di bangku kuliah aku diajari bahwa Tuhan menciptakan manusia secara unik, artinya tidak ada satu manusiapun di dunia ini yang sama. Semua manusia ialah pribadi yang unik dan berharga. Setiap orang memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda. Memang masih ada kesamaannya yaitu sama-sama ciptaan Allah dan diciptakan secitra dengan Allah.
Setiap manusia memancarkan cinta
Hakikat manusia yang diciptakan secitra dengan Allah inilah yang membuat manusia memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding ciptaan lain. Apa yang ada pada diri Allah dikaruniakan secara terbatas kepada manusia. Allah ialah mahacinta dan Dia menganugerahkan rasa cinta itu kepada manusia. Sebagai makhluk yang terbatas manusia juga hanya bisa mencintai secara terbatas pula. Cinta manusia tidak abadi seperti cinta Allah. Namun perasaan cinta inilah yang membuat manusia bisa berelasi baik dengan sesamanya.
Manusia memliki bahasa cinta yang sama, perbedaannya mungkin terletak dari cara pengungkapannya. Ada pribadi tertentu yang bisa mengungkapkan cinta dengan baik dan mudah ditangkap namun ada juga manusia yang mengungkapkan cinta dengan cara yang aneh. Cara pengungkapan cinta inilah yang kadang menimbulkan kesalah pahaman. Adakalanya satu orang mengungkapkan perasaan cinta atau kasih sayang namun ditangkap lain oleh orang yang menerimanya. Misalnya seorang bapak yang menasihatkan kepada anaknya agar rajin belajar. Bapak itu pasti bermaksud baik agar anaknya sukses dalam belajarnya, tapi si anak menangkap lain; ia merasa perintah bapaknya mengekang kebebasannya dan membuat ia tidak bahagia. Hal ini terjadi karena ungkapan cinta tidak diterima dengan ungkapan cinta.
Saya merefleksikan bahwa dalam kehidupan kita setiap orang memancarkan cinta dengan frekuensi masing-masing. Manusia ialah citra Allah dan sebagai citra Allah manusia juga selalu memancarkan cinta sama seperti Allah yang adalah cinta. Maka kita juga harus bisa mengatur frekuensi penerima kita saat berhadapan dengan orang lain dan mengubahnya lagi saat berjumpa dengan orang lain. Setiap orang memancarkan cinta keluar dari dirinya untuk orang lain dan itu harus ditangkap dengan baik. Kesalahan kita dalam memasang frekuensi penerima akan menimbulkan cinta yang dipancarkan tidak ditangkap secara sempurna atau malah tidak tertangkap.
Allah pemancara cinta yang utama.
Hal ini juga berlaku dalam relasi kita dengan Allah. Allah adalah pemancar utama cinta, istilahnya Allah adalah pembangkit listriknya dan kita ini cuma lampu yang bisa bercahaya karena menerima tenaga dari Dia. Allah ialah pemancarnya dan kita cuma penerimanya dan agar dapat menerima dengan baik kita juga harus memposisikan frekuensi hati kita secara tepat.
Di dunia ini sekarang banyak sinyal-sinyal pengganggu yang dapat mengganggu pancaran cinta Allah. Cinta Allah tetap kuat dan bagus sinyalnya namun karena kita tidak tepat memposisikan penerima kita sehingga cinta Allah menjadi kabur dan sinyal lain masuk. Allah memancarkan cinta dan ada pemacarlain yang juga kuat yaitu setan yang memacarkan kejahatan. Setan punya banyak chanel sehingga ada begitu banyak frekuensi yang menghubungkan kita dengan setan; setan punya frekuensi yang memancarkan kebencian, rasa iri hati juga ada, rasa cemburu, dendam, kesombongan dan ada banyak sinyal lain yang dimiliki oleh setan. Allah hanya memancarkan cinta dan sebenarnya saat kita dapat menangkap pancaran cinta itu secara tepa maka yang lain tidak bisa masuk lagi.
Menangkap cinta dengan cinta. Allah adalah kasih; dari Allah terpancar cinta dan sebuah buah-buahnya. Pancaran cinta itu dapat efektif kita terima jika kita mampu memposisikan hati kita untuk menerimanya. Kita perlu membuat antena penerima kita lebih peka untuk menangkap cinta Tuhan. Frekuensi lain kita dapat hilangkan dari diri kita saat kita menghadirkan cinta dalam hidup kita.
Tuhan ilaha pemacar cinta yang tidak pernah akan habis; Ia kekal dan tidak akan berubah dalam segala hal. Tuhan juga punya antena pemancar dimana-mana. Cinta Allah memancar melalui orang tua kita, melalui saudara kita melalui teman-teman kita. Jangan kuatiar untuk tidak mendapat sinyal cinta dari Tuhan, cinta Tuhan ada di mana-mana hanya saja kita perlu membuka hati kita juga untuk menerima cinta itu.
Baca juga artikel berikut: