Diposting oleh : Antonius Handoko Kategori: Umum - Dibaca: 6116 kali Minggu, 10 Mei 2015 - 15:53:45 WIB
Perjuangan Keras Anak kusir untuk menjadi Ksatria
Adirata sangat senang setalah ia menemukan seorang bayi yang sangat tampan di Sungai Gangga saat ia sedang memandikan kudanya. Adirata sudah lama menikah namun tidak dikarunia anak, maka bayi yang ditemukan di sungai itu dianggap sebagai anugeran dari sang maha kuasa untuk dia. Istrinya Radha sangat senang dengan kehadiran bayi tersebut di dalam rumahnya, keceriaan Radha bertambah dengan kehadiran bayi tersebut.
Adirata adalah seorang kusir kereta dari kerajaan besar yang bernama Hastinapura. Ia adalah kusir dari seorang ksatria agung bernama Dewabrata atau Bisma. Kusir Adirata telah lama mengabdikan diri para Bisma. Lantaran ia adalah seorang kusir maka ia hendak mewariskan kepandaiannya ini pada anaknya yang ia beri nama Karna (ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa nama ini ada dalam catatan yang diletakkan di dalam kotak, tempat ia dihanyutkan). Namun Karna tidak tertarik dengan kereta kuda, ia lebih tertarik dengan panah; padahal sebagai anak kusir ia tidak diijinkan untuk belajar senjata. Hanya golongan ksatria yang diijinkan untuk belajar seni perang. Hal ini tentu membuat Adirata merasa kawatir, bagaimana kalau ia dianggap melanggar adat istiadat dan kemudian diusir dari kerajaan atau dipenjara atau dihukum mati.
Latar belakang menghambat cita-cita
Karna melalui masa kecilnya sedikit berbeda dengan anak-anak kecil dari golongannya, dimana mereka diajari untuk merawat kereta dan juga kuda. Karna lebih tertarik untuk menggunakan panah, ia diam-diam berlatih panah dihutan. Ia sembunyi-sembunyi dalam latihannya karena takut akan ayahnya yang pasti akan melarang dirinya untuk berlatih panahan.
Latihan mandirinya membuat ia memiliki kemampuan memanah yang baik. Kehebatan memanahnya lebih baik dari para pemburu yang ada di daerahnya. Namun kemampuannya ini ia rasakan belum cukup, ia ingin lebih dan merasa bahwa dirinya masih bisa melakukan secara lebih baik. Ia mencoba mencari guru namun guru-guru yang ia temui selalu menolak untuk mengajarinya karena ia tidak berasal dari golongan satria. Karna sangat tidak senang dengan keadaan itu, kenapa latar belakang kelahirannya selalu dipermasalahkan oleh orang. Kenapa kemampuannya tidak diakui hanya karena ia adalah seorang anak kusir. Apa buruknya anak kusir dan apa baiknya golongan ksatria.
Suatu hari ia mendengar bahwa di sebuah perguruan bernama Sokalima (nama dalam tradisi wayang Jawa) ada seorang guru yang sangat sakti bernama Drona. Guru Drona terkenal dengan kemampuan memanahnya, ia juga adalah murid dari Parasurama seorang maha guru dalam seni memanah. Ia ingin belajar dari Guru Drona namun ia sekali lagi ditolak; alasan penolakan tetap sama yaitu karena ia adalah seorang anak kusir dan tidak diijinkan seorang anak kusir untuk belajar menggunakan senjata.
Akhirnya Karna pergi ke pertapaan Parasurama, ia adalah maha guru dari para guru. Parasurama sebenarnya sudah pensiun namun saat melihat Karna ia melihat ada sesuatu yang lain yang membuatnya mau untuk menerima dia menjadi murid. Parasurama tidak ingin menerima murid dari golongan ksatria, karena ia membenci para satria; maka Karna menyamar menjadi seorang bramana muda. Akhirnya Karna berhasil untuk menimba ilmu dari Parasurama, namun malang bahwa penyamaran Karna akhirnya terbongkar juga. Parasurama yang marah mengutuk Karna bahwa suatu saat kemampuannya akan hilang yaitu saat dia akan menghadapi musuh terkuatnya. Karna menerima kutukan itu dengan senang hati.
Pengakuan Duryudana
Tibalah hari ujian bagi para pangeran Hastinapura, mereka semua menunjukkan kemampuan yang luar biasa. Akan tetapi dalam arena itu Arjuna keluar sebagai juara, ia diangung-agungkan oleh gurunya secara berlebih. Hal ini membuat Karna yang saat itu kebetulan ada di situ merasa panas hati. Maka ia segera menarik tali busurnya dan suara yang keluar dari tali busur itu membuat semua orang terdiam. Suara tali busur Karna seperti halilintar, suara tali busur itu sekaligus merupakan tantangan bagi Arjuna. Karna masuk ke dalam arena pertunjukan para pangeran dan dengan berani ia menantang sang pangeran untuk beradu kemampuan. Namun sekali lagi keinginannya untuk menantang pangeran tampan ahli panah itu gagal. Asal usulnya dipertanyakan oleh Guru Drona dan juga Guru Kripa dan setelah tahu bahwa ia adalah putra anak kusir maka ia dihina habis-habisan oleh seluruh rakyat yang ada di situ. Semua orang menertawakan kebodohannya untuk menantang sang pangeran.
Saat itu suara yang menyejukkan datang dari Duryudana, Kurawa tertua. Ia meminta kepada ayahnya untuk mengangkat Karna menjadi raja di Kerajaan Angga, dengan menjadi raja maka Karna bisa beradu kesaktian dengan Arjuna. Kebaikan yang ditunjukkan oleh Duryudana ini membuat Karna merasa sangat gembira, baru kali ini ada orang yang menerimanya dan mengakui kemampuannya. Oleh karena itu Karna bersumpah akan membela Duryudana dengan segala kemampuannya. Karna tidak menyadari bahwa ada niat tersembunyi dari Duryudana.
Perang tanding dengan Arjunapun terjadi, ia berhasil mengimbangi kemampuan murid tersayang guru Drona itu. Kemampuan memanahnya setara dengan Arjuna sehingga pertarungan itu berlanjut sampai matahari terbenam. Setelah matahari terbenam pertandingan tidak boleh dilanjutkan maka pertandingan saat itu tidak ada pemenangnya, pertandingan berakhir seri karena keduanya sama-sama hebat.
Setelah menjadi Raja di Kerajaan Angga Karna ternyata tidak lantas menjadi bahagia. Ia akhirnya tahu bahwa Duryudana sering melakukan tindakan yang bertentangan dengan norma ksatria namun ia tidak bisa berbuat banyak. Karna telah bersumpah untuk mendukung Duryudana dan meskipun dengan hati yang berat ia tetap mendukung Duryudana. Ia kerap bersedih hati saat para Pandawa yang ia ketahui sebagai orang yang berbuat baik dianiaya, ia memang ingin mengalahkan Arjuna namun ia tidak membenci Arjuna. Arjuna bagi Karna adalah orang yang harus dikalahkan, maka ia selalu berlatih agar bisa melebihi Arjuna.
Kesempatan untuk Melawan Arjuna
Segala konflik di dalam Kerajaan Hastinapura membawa pada suatu perang besar yang disebut sebagai Bharatayuda. Saat mendengar bahwa akan terjadi perang antara Pandawa dan Kurawa ini Karna senang karena ia akan memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia siapa yang lebih hebat, Arjuna atau dirinya. Karna berlatih dengan keras agar dalam perang itu nanti ia berhasil mengalahkan dan bahkan membunuh Arjuna rivalnya itu.
Jati Diri Karna terkuak
Suatu senja seorang ada seorang bertamu ke kerajaannya. Tamu itu tak lain adalah Krisna Raja kerajaan Dwaraka. Karna segera menyambut Krisna dengan senang hati, ia mengagumi Krisna sebagai orang yang cerdik dan bijaksana. Maka perjumpaan dengan Krisna membawa kebahagiaan tersendiri dalam diri Karna. Ia segera menyiapkan sambutan yang baik pada tamunya itu dan ia menerima tamunya dengan penuh hormat.
Setelah berbicara banyak hal akhirnya Krisna menyampaikan suatu rahasia kepada Karna. Suatu rahasia yang sebenarnya sudah ingin ia ketahui sejak lama mengenai siapa dirinya. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh orantuanya selama ini namun ia takut untuk menanyakannya. Bagaikan disambar petir, rahasia yang selama ini ingin ia ketahui ternyata sangat mengejutkan dirinya dan mehancurkan dirinya. Karna duduk lesu, dalam hatinya ia membangun kepercayaan bahwa Krisna berbohong. Yah, Krisna sudah terkenal sebagai orang yang licik dan ini hanya salah satu trik yang digunakan oleh Krisna untuk melemahkan dirinya. Akan tetapi di lubuk hati terdalam ia merasakan kebenaran perkataan Krisna bahwa Ratu Kunti adalah ibunya dan para Pandawa adalah adik-adiknya.
Karna segera meninggalkan istananya dan pergi kepada Adirata dan Radha untuk menanyakan asal-usulnya. Dengan berlinang air mata Adirata menceritakan bahwa Karna memang bukan anak kandung mereka melainkan anak yang ditemukan di sungai; Adirata sendiri tidak tahu siapa orangtua Karna yang sesungguhnya. Adirata hanya tahu kalau ia menemukan Karna di Sungai Gangga. Hati Karna terasa hancur, sebagai seorang ksatria yang hebat bisa saja ia menghancurkan batu karang dengan sekali pukul namun kali ini ia merasa tidak bertenaga. Ia jatuh ke tanah di hadapan kedua orang yang telah membesarkannya. Ia mulai meyakini bahwa perkataan Krisna adalah benar. Kebenaran ini sekaligus membawa ketakutan dan kengerian yang luar bisa dimana ia akan bertarung dengan adik-adiknya. Ia merasa ngeri saat harus mengangkat senjata untuk adik-adiknya itu. Air mata sang Raja Angga itu tarterbendung lagi, ia tak tahu lagi harus berbuat apa, kebahagiaan yang ia rasakan saat itu ialah karena ia bisa melatakkan kepalanya di pangkuan Ibu Radha yang selama ini merawatnya dengan penuh kasih sayang.
Perjumpaan duka antara Ibu dan Anak
Untuk menenangkan diri Karna melakukan meditasi di tepi sungai, ia membiarkan teriknya sinar mentari pagi itu untuk menyinari dirinya. Kehangatan dari sang Surya selalu membuatnya senang. Dalam ketenangan meditasinya ia merasakan ada langkah kaki yang penuh dengan keraguan mendekatinya. Ia membuka matanya dan melihat sosok wanita yang sudah sering ia jumpai di Istana Hastinapura. Tatapan Ibu Ratu Kunti membawa kesejukan pada Karna. Saat berkunjung ke Hastinapura ia merasa ada yang kurang kalau tidak berjumpa dengan Ratu Kunti. Akan tetapi ia melihat tatapan dari ibu para Pandawa itu sayu. Karna melihat bekas air mata yang masih tergenang di pelupuk matanya, ia tahu bahwa Ibu Kunti telah menangis sepanjang malam yang mengakibatkan matanya bengkak.
Karna segera berdiri dari meditasinya dan memberi penghormatan kepada Kunti. Ia mencoba untuk berlaku biasa saja dan berusaha untuk menekan segala hal yang berkecamuk di dalam hatinya. Pengakuan dari Kunti bahwa ia adalah ibu Karna tidak membuatnya bahagia dan malah membuatnya semakin bersedih. Ia menumpahkan segala yang ada di hatinya pada Ibu Kunti dan Karna melihat bahwa ibu Kunti semakin bersedih. Berkali-kali Ibu Kunti menyatakan bahwa ia bersalah dan meminta maaf pada Karna.
Hati Karna semakin bersedih saat air mata dari Ibu Kunti tidak berhenti mengalir. Ia bisa merasakan bagaimana penderitaan Ibu Kunti yang akan menyaksikan anak-anaknya bertarung. Ia bisa merasakan hati Ibu Kunti pasti hancur saat menyaksikan anak-anaknya saling mengangkat senjata dan bersiap untuk saling bunuh. Solusi yang ditawarkan oleh Ibu Kunti untuk memihak Pandawa tidak bisa ia terima. Ia tahu pasti bahwa jika Kunti menyatakan bahwa Karna adalah anak tertuanya maka Yudistira akan segera turun tahta dan mengangkat dirinya menjadi raja. Sedikit terbayang dalam pikiran Karna bagaimana kalau ia menjadi raja, tentunya ia akan memiliki kekuatan yang besar. Jika ia menjadi raja maka Yudistira bisa ia angkat menjadi penasihatnya, ia bisa mengangkat Arjuna dan Bima menjadi panglima perangnya dan untuk urusan obat-obatan ada Nakula dan Sadewa. Kerajaan yang ia pimpin pasti akan makmur belum lagi saat ia memihak Pandawa maka ia juga bisa bersekutu dengan Krisna dan Balaram dua orang ksatria sakti yang punya balatentara besar. Resi Bisma dan juga Guru Drona pasti akan memihaknya juga. Dengan semua kekuatan itu maka semua musuhnya akan tunduk di depan kakinya. Para Kurawapun pasti akan mati ketakutan di tempat persembunyian mereka. Namun Karna bukan orang yang mengejar tahta dan kehormatan semata. Ia tetap menjaga etika kstaria dimana ksatria tidak boleh ingkar janji.
Karna meyakinkan Ibu Kunti bahwa ia akan tetap berpihak pada Kurawa namun ia berjanji bahwa ia tidak akan menghadapi adik-adiknya dengan kebincian. Ia berjanji bahwa ia tidak akan bertarung dengan sungguh-sungguh saat berhadapan dengan adik-adiknya kecuali dengan Arjuna. Karna mengatakan harus ada yang mati salah satu, kalau tidak dirinya maka Arjuna. Perkataan Karna itu tentu tidak menghentikan tangisan Kunti. Bagi Kunti kematian Arjuna ataupun Karna tetap akan membawa kesedihan baginya.
Karna saat itu merasa bahwa pembicaraan dengan Kunti tidak perlu diperpanjang. Ia bersujud di depan Kunti meminta berkat darinya. Namun Kunti hanya mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang. Ia lalu berdiri dan meninggalkan Kunti sendirian di tepi sungai itu dalam tangis dan kesedihan yang tidka terkatakan. Sebelum pergi Karna mengatakan bahwa dalam perang nanti Arjuna yang akan menjadi pemanang dan bukan dirinya, dan satu-satunya keinginan Karna saat ini adalah mati di tangan adik terkasihnya itu.
Karna dalam perang Bharatayuda memang mati di tangan Arjuna adiknya. Keteguhan hati Karna selalu dipuja oleh banyak orang. Sekalipun ia ada dipihak Kurawa namun ia dikagumi sebagai orang baik. Ia merupakan kesatria yang memiliki kemampuan setera dengan Arjuna. Perjungan anak kusir yang selalu dicerca saat ingin menunjukkan kemampuannya terbayar. Karna sosok yang percaya pada kemampuannya sendiri, tak peduli apa yang dikatakan orang terhadapnya ia tetap maju untuk membuktikan bahwa ia bisa. Hasil perjuangannya berhasil, kemampuan memanahnya disetarakan dengan Bhisma dan Drona. Ia anak kusir yang bisa menjadi seorang ksatria.
Baca juga artikel berikut: